Minggu, 22 November 2015

Wanita Mengadu Kepada Allah Karena Wajahnya Yang Tidak Cantik

  
Wanita Mengadu Kepada Allah Karena Wajahnya Yang Tidak Cantik
Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan, maka mana keindahan tersebut pada wanita yang warna kulitnya gelap, wajahnya dipenuhi jerawat, gigi yang tidak rata dan teratur …..!?
Inilah gambaran wajah saya, maka mana keindahan tersebut?, apakah Allah membenci saya dengan menciptakan saya seperi ini?. Saya telah banyak mendengar beberapa ejekan yang menjadikan saya terus-menerus merasa tertekan. Terkadang mereka juga mengatakan bahwa saya akan mengalami kesulitan mendapatkan suami yang menerima saya. Saya juga tidak mencela mereka akan hal ini, namun Islamlah yang memerintahkan seseorang untuk menikah dengan yang cantik, apa dosa wanita seperti saya, saya juga tidak memilih rupa dan bentuk seperti ini !?. Apakah masuk akal bahwa buruknya rupa menjadi alasan dari setiap penolakan yang saya alami, baik dalam strata sosial, pekerjaan bahkan dalam pernikahan, mana bentuk keadilan Tuhan !?, Kenapa tidak menciptakan manusia semuanya sama?


Alhamdulillah

Ketahuilah wahai penanya, bahwa semua ciptaan Allah itu baik, akan tetapi terkadang Allah menguji hamba-Nya dengan sakit, bencana, buruk rupa atau yang lainnya, karena hikmah dan maslahat yang Dia ketahui dan kehendaki.
Rupawan atau sebaliknya sama seperti sehat dan sakit, kaya dan miskin, sukses dan gagal, semua itu adalah rizki dari Allah kepada hamba-hamba-Nya sesuai dengan hikmah, rahmat dan karunia-Nya. Semua bentuk pemberian Allah tersebut bukan berarti menjadi bukti cinta Allah kepadanya, begitu juga sebaliknya, yaitu; tidak berarti yang tidak diberi menunjukkan bahwa Allah benci dan murka kepadanya. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
( فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِي * وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِي * كَلا بَل لا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ * وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ * وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلا لَمًّا * وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا ) الفجر/15-20 .
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS. Al Fajr: 15-20)
Syeikh Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Allah –subhanahu wa ta’ala- memberitakan tentang tabiat manusia, bahwa manusia itu bodoh dan dzalim, tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada masa mendatang, ia mengira bahwa apa yang terjadi dan dialaminya terus-menerus ia rasakan dan tidak berakhir, dan ia mengira bahwa pemuliaan dan nikmat Allah di dunia menunjukkan kemuliaan dan kedekatan di sisi-Nya, dan jika Allah :
{ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِي }
“…Membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (QS. Al Fajr: 16)
Hanya cukup untuk makan sehari-hari dan tidak lebih, ia menganggap bahwa Allah menghinakannya, maka Allah menolak semua prasangka tersebut dengan firman-Nya:
كلا
“Sekali-kali tidak demikian…”.
Yaitu; tidak semua yang Aku berikan nikmat di dunia  berarti ia mulia di sisi-Ku, dan tidak semua yang Aku batasi rizekinya berarti Aku menghinakannya.
Sesungguhnya kaya dan miskin, lapang dan sempit adalah ujian dari Allah; agar diketahui siapa yang bersyukur dan siapa yang bersabar, dan karenanya ia akan dibalas dengan pahala yang besar. Dan bagi yang tidak bersyukur atau bersabar maka ia akan diadzab dengan adzab yang hina. Termasuk, ketika seorang hamba lebih mementingkan kebutuhannya sendiri saja, maka itu adalah cita-cita yang lemah. Oleh karenanya, Allah mencela orang-orang yang tidak mementingkan keadaan masyarakat sekitar yang membutuhkan”. (Tasfir as Sa’di: 934)
Jikalau semua orang berfikiran seperti yang anda fikirkan dan anda ucapkan, tidak menerima takdir dan ketentuan Allah –semoga Allah mengampuni anda-, maka tidak akan ada seorang pun yang hidup di muka bumi ini kecuali ia akan terus mengeluh dan kesal.
Orang yang sakit akan mengatakan: Kenapa Engkau menjadikanku sakit, sementara orang lain sehat?....
Orang fakir akan mengatakan: Kenapa Engkau menjadikanku fakir, sementara orang lain kaya?.....
Orang yang sedang ditimpa bencana akan mengatakan: Kenapa Engkau menimpakan bala’ kepadaku, sementara orang lain selamat?...
Orang yang beriman ia akan ridha, sabar dan introspeksi diri, sementara yang lain akan menolak ketentuan Allah, merasa sempit dan mengeluh kepada Allah.
Tidakkah anda berfikir bahwa sekarang Allah telah menjadikan anda sehat, sementara banyak orang selain anda yang sedang diuji dengan menderita berbagai macam penyakit…!?
Tidakkah anda berfikir bahwa anda bisa berjalan dengan dua kaki lengkap, pulang pergi sesuka anda, sementara banyak orang lain diluar sana yang tidak terhitung jumlahnya kakinya lumpuh dan cacat…!?
Anggap saja misalnya anda mengalami cacat fisik, tidakkah anda berfikir bahwa karunia Allah kepada anda berupa Islam adalah karunia yang tidak ternilai harganya bila dibanding dengan semua nikmat dunia, padahal di sana juga banyak orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat.
( يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : يَا آدَمُ ! فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ . فَيَقُولُ : أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ ! قَالَ : وَمَا بَعْثُ النَّارِ ؟ قَالَ : مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ ). رواه البخاري (3099) ومسلم (327) .
“Allah –Ta’ala- berfirman: “Wahai Adam”. Dia menjawab: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu, semua kebaikan berada di kedua tangan-Mu”. Dia berkata: “Keluarkanlah mereka yang berhak berada di neraka !, ia menjawab: “Berapa jumlahnya?”. Dia menjawab: “Setiap 1000 dikeluarkan 999”. (HR. Bukhori 3099, dan Muslim 327).
Renungkan kisah berikut ini wahai hamba Allah:
Al Auza’i meriwayatkan, dari Abdullah bin Muhammad berkata: “Saya pernah singgah di pesisir pantai bersama penjaga perbatasan di daerah sekitar Mesir. Ketika saya menyelesaikan urusan saya, maka saya melewati tanah lapang yang luas, dan menemui sebuah kemah yang di sana ada seorang laki-laki tua yang tidak memiliki kedua tangan dan kakinya, lemah penglihatan dan pendengarannya. Tidak ada yang bermanfaat darinya kecuali lisannya dengan mengatakan:
اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَن أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْتَ تَفْضِيلا !!
“Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”.
Al Auza’i berkata: Abdullah berkata: “Demi Allah, aku akan mendatangi orang tersebut, dan bertanya dari mana ia dapat doa tersebut, dari pemahaman, ilmu atau ilham yang telah diilhamkan?
Maka saya mendatangi orang tersebut dan memberi salam kepadanya, dan mengatakan: saya mendengar engkau mengatakan:
اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَنْ أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ ، وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ من خَلَقْتَ تَفْضِيلا
“Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”.
Nikmat yang manakah yang engkau rasakan sampai engkau memuji-Nya?, keutamaan atau kelebihan apakah yang engkau rasakan selama ini hingga engkau mensyukuri-Nya?
Ia menjawab: “Engkau tentu melihat apa yang Allah berikan kepadaku !?, namun demi Allah, jika seandainya Allah mengirim api dari langit untuk membakarku, dan menyuruh gunung untuk menghancurkanku, atau laut untuk menenggelamkanku, atau bumi untuk menelanku. Hal itu tidak akan mengurangi rasa syukurku kepada-Nya; karena Dia telah memberikan nikmat lisanku ini !?.
Akan tetapi wahai hamba Allah, ketika engkau mendatangiku aku membutuhkan bantuanmu, engkau melihatku dalam keadaan apa adanya dan tidak berdaya. Saya tidak mampu beraktifitas dan mengurus diriku sendiri, dahulu ada anakku yang membantu untuk shalat dan mengambilkan air wudhu, ketika saya lapar ia menyuapiku, kalau saya haus, ia memberiku minum. Saya telah kehilangan dia sejak tiga hari yang lalu, maka tolong carikan ia untukku –semoga Allah merahmatimu-.
Saya berkata: “Demi Allah, tidaklah seseorang yang berusaha membantu kebutuhan orang lain lebih besar pahalanya, kecuali ia membantu seseorang yang kondisinya seperti anda, Maka saya mulai mencari anaknya. Tidak lama kemudian, saya menemukannya di balik gundukan pasir, namun ia telah meninggal dunia; karena diterkam binatang buas dan tubuhnya tercabik-cabik, lalu aku beristir’ja’ (mengucapkan innalillah) dan berkata: “Saya tidak sampai hati untuk membawanya kepada orang tadi”.
Ketika saya menemui orang tersebut, terlintas dalam hati tentang Nabi  Ayyub –‘alaihis salam-.
Ketika saya sampai dihadapannya saya megucapkan salam. Dia menjawab salam dan berkata: bukankah kamu sahabatku?,
saya menjawab           : “Ya”.
Ia berkata                    : Apakah engkau sudah menemukan anakku?
Saya     : “Mana yang lebih mulia, anda atau Nabi Ayub –alaihis salam-?.
Orang  : “Tentu Nabi Ayyub”.
Saya     : “Apakah anda mengetahui apa yang Allah perbuat kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan harta, keluarga dan anaknya?”
Orang  : “Ya”
Saya     : “Bagaimana sikap beliau?”
Orang  : “Dia menghadapinya dengan sabar,  bersyukur, dan tetap memuji Allah”.
Saya     : “Tidak hanya itu, bahkan ia menyendiri dari keluarga dan orang-orang yang dicintainya”.
Orang  : “Ya”
Saya     : ““Bagaimana sikap beliau?”
Orang : “Dia menghadapinya dengan sabar,  bersyukur, dan tetap memuji Allah”.
 Saya    : “Bahkan tidak cukup dengan itu, sampai orang yang lewat merasa terganggu dengannya”, apakah anda mengetahuinya?
Orang  : “Ya”
Saya     : ““Bagaimana sikap beliau?”
Orang : “Dia menghadapinya dengan sabar,  bersyukur, dan tetap memuji Allah”.
Orang : “Singkat kata !? –semoga Allah merahmatimu-.
Saya     : “Sesungguhnya seorang anak yang engkau menyuruhku untuk mencarinya, saya menadapati di antara gundukan pasir dengan kondisi tercabik; karena diterkam binatang buas, maka Allah memberimu pahala yang agung, dan memberimu kesabaran”.
Orang : “Alhamdulillah, segala puji hanya milik-Nya yang tidak menciptakan keturunanku bermaksiat kepadanya; hingga mengadzabnya dengan neraka”.
Saya     : Lalu ia mengambil nafas dan meninggal dunia. Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada Allah, sungguh besar musibahku saat ini, orang seperti ini jika aku tinggalkan di sini, ia akan dimakan binatang buas. Jika saya temani saya tidak mampu mengurusnya. Akhirnya aku tutupi dengan selimutnya, dan aku duduk didekat kepalanya dengan menangis. Pada saat saya duduk di sisinya, ada empat orang mendatangiku. Dan berkata: “Ada apa dengan anda?, bisa anda ceritakan?”. Maka aku ceritakan kepada mereka tentang saya dan jenazah di depan saya. Mereka berkata: “Bukalah penutup wajahnya, mungkin kami mengenalinya !?. ketika saya buka wajahnya, seraya mereka berempat menciumi kedua mata dan tangan si mayit, dan berkata: Demi Allah, matanya tidak pernah melihat apa yang diharamkan Allah, dan badannya selalu digunakan untuk sujud kepada Allah pada saat manusia tidur”.
Saya     : “Siapa orang ini –semoga Allah merhmati kalian-.
Empat orang    : “Dia adalah Abu Qilabah al Jirmy sahabat Ibnu Abbas, dia adalah orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Maka kami semua memandikan dan mengkafani dengan beberapa baju seadanya, menshalati dan menguburkannya. Maka empat orang tadi berlalu, saya pun kembali kepada rombonganku. Ketika malam tiba dan saya mau tidur, saya melihat dalam mimpi bahwa orang yang meninggal dunia tadi berada taman dari taman-taman surga dengan mengenakan baju dari surga dengan membaca sebuah ayat al Qur’an:
( سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ )
“ (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’du: 24)
Saya bertanya : “Bukankah engkau sahabat saya?”.
Ia menjawab   : “Ya”
Saya        : “Bagaimana engkau bisa mendapatkan ini semua?”.
Ia menjawab   : “Sesungguhnya Allah memiliki derajat tertentu yang tidak bisa diraihnya kecuali dengan sabar ketika ditimpa musibah, dan bersyukur pada waktu senang disertai rasa takut kepada Allah baik dzahir maupun batin”.
(ats Tsiqat, Ibnu Hibban: 5/3-5)
Wahai penanya, tidakkah engkau merenungkan kisah Abu Qilabah di atas, tidakkah engkau melihat pujian dan ridhanya kepada ketentuan Allah !?, Tidakkah anda melihat bahwa nikmat Allah yang berupa hidayah al Islam ini adalah jauh lebih berharga dibandingkan dengan hanya kehilangan anggota tubuh dan anaknya !?, Tidakkah anda melihat bahwa pujian dan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pemberi nikmat itu ada banyak tempat dan derajatnya, dan anda tidak akan mampu menunaikannya semuanya !?.
Maka janganlah anda halangi diri anda –wahai hamba Allah- dari beberapa derajat yang tinggi tersebut, dengan tidak menerima takdir Allah, atau berburuk sangka kepada-Nya, atau dengan lidah yang enggan untuk berdzikir, bersyukur dan memuji-Nya, hingga anda mencela Allah dan berburuk sangka kepada-Nya.
Dan jika anda menganggap diri anda tidak cantik, maka apa yang akan diperbuat seorang wanita dengan kecantikannya kalau ia tidak beriman, dan keimanan itu diberikan kepada anda ?, Dimana ia berada sekarang kalau misalnya ia sudah meninggal dunia ?, dan kemana ia akan kembali kalau nanti ia meninggal dunia dalam keadaan kafir?, Apakah kecantikannya akan bermanfaat pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih ?. apakah anda benar-benar rela kalau misalnya bertukar tempat (anda cantik tapi kafir atau tetap pada kondisi anda saat ini tapi anda muslimah)?.
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang harus anda jawab sendiri dengan memperhatikan realita kehidupan nyata yang anda tidak terima dengan takdir anda.
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
( وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى) طه/ 131.
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Thaha: 131)
Syeikh as Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Yaitu; Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu dengan penuh rasa takjub, dan janganlah kamu memandang baik semua hiasan dunia dan orang-orang yang menikmatinya, dari mulai makanan, minuman yang lezat, pakaian yang mewah, rumah yang penuh dengan dekorasi cantik, wanita-wanita cantik; karena semua itu adalah hiasan kehidupan dunia yang menjadikan jiwa yang tertipu akan merasa senang, dan takjub kepada orang-orang yang berperilaku menyimpang, dan akan menikmatinya mereka orang-orang yang dzalim tanpa melihat sedikitpun kepada negeri akhirat. Kemudian nikmat dunia tersebut akan cepat berlalu, dan akan membunuh orang-orang yang mencintainya, hingga mereka menyesal yang sudah tiada bermanfaat lagi semua bentuk penyesalan, dan mereka juga akan mengetahui apa yang akan mereka terima pada hari kiamat. Allah menjadikan hiasan dunia itu fitnah dan ujian agar diketahui mana yang tertipu dan silau dengan dunia dan siapa yang paling baik amalnya. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
( إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها لنبلوهم أيهم أحسن عملا * وإنا لجاعلون ما عليها صعيدا جرزا ) .
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus”. (QS. Al Kahfi: 7-8)
Rizeki Tuhanmu yang disegerakan berupa ilmu, iman dan hakekat amal shaleh, dan rizeki-Nya yang ditangguhkan berupa kenikmatan yang kekal, dan kehidupan yang baik di sisi Rabb Yang Maha penyayang, itu lebih baik dari yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sesuai dengan Dzat dan Sifat-sifat-Nya. Dan lebih kekal karena tidak terputus. Sebagaimana firman Allah –Ta’ala-:
( بل تؤثرون الحياة الدنيا والآخرة خير وأبقى )
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Al A’la: 16-17)
Ayat ini menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki obsesi yang bersifat duniawi dan sangat bersemangat untuk meraihnya, maka agar mengingat kembali rizeki Allah yang telah ia terima dan hendaklah menimbang-menimbang antara rizeki duniawi dan ukhrowi. (Tafsir as Sa’dy/hal. 516)
Sesungguhnya kebahagiaan anda adalah jika anda berbaik sangka kepada Allah, dan Allah –subhanahu wa ta’ala- sesuai dengan prasangka baik hamba-Nya kepada-Nya. Dia adalah Dzat yang Maha Indah, dan Yang Patut kita bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.
Kebahagiaanmu juga berada pada keridhaanmu pada pilihan Allah, dan ketahuilah bahwa pilihan Allah buat anda itu pasti lebih baik dari pada pilihan anda sendiri, dan hendaklah anda selalu memohon keutamaan Allah, karena Allah Maha Mensyukuri Kebaikan, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Penyayang.
Besegeralah anda bertaubat kepada Allah dari semua bisikan syetan yang bersemayam di hati anda, dan mengalir dalam tulisan dan lisan anda agar menentang ketentuan Allah, tidak puas dengan pembagian Allah, berburuk sangka kepada-Nya –subhanahu wa ta’ala-. Ketahuilah bahwa nikmat-nikmat Allah kepada anda atau yang lainnya lebih banyak dari yang anda ketahui dan anda hitung selama ini.
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
( وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ ) إبراهيم /34 .
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (QS. Ibrahim: 34)
Dia juga berfirman:
( وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ ) النحل/18 .
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni`mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nahl: 18)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar